Informasi palsu atau hoax marak di kalangan mahasiswa karena tak tuntas baca informasi yang diterima lalu disebarluaskan melalui aplikasi pesan singkat, demikian hasil survei yang dilakukan Universitas Bakrie Jakarta.
Survei dilakukan terhadap 300 mahasiswa-mahasiswi di 30 kampus swasta dan negeri di Jakarta secara tatap muka dan mendapati temuan yang dapat menjadi indikasi tentang perilaku konsumsi media generasi Z, generasi yang lahir setelah tahun 1995.
Dari survei yang dilakukan pada 6-13 Juni didapati 81 persen mahasiswa-mahasiswi yang disurvei aktif menggunakan aplikasi pesan singkat, 72 persen diantaranya selalu mengecek aplikasi pesan singkatnya dan 61 persen diantaranya menerima informasi melalui aplikasi tersebut.
“Didapati lebih dari separuh diantaranya kadang membagi informasi yang mereka peroleh tersebut dan mayoritas mahasiswa-mahasiswi tersebut mengaku menggunakan aplikasi pesan singkat,” ujar pengajar Universitas Bakrie, Algooth Putranto, di Jakarta, Selasa.
Hampir separuh dari jumlah mahasiswa-mahasiswi di Jakarta rupanya tidak tuntas membaca berita dan hampir 30 persen diantaranya berbagi informasi dengan alasan sebagai bagian dari pergaulan atau bahkan tidak memiliki alasan ketika membagikan informasi tersebut melalui aplikasi pesan singkat.
Menariknya sekitar 77 persen dari mahasiswa-mahasiswi yang ditemui menyadari menyebar hoax dapat dipidana dan 68 persen menyadari kredibilitas sumber berita sangat penting namun hanya 54 persen diantara mereka yang kadang memverifikasi sumber berita yang diterima.
Dalam survei yang menggunakan metode purposive sampling tersebut didapati temuan yang memperkuat sejumlah survei terdahulu yaitu tingginya durasi konsumsi sosial media sekaligus menjadikannya sumber informasi.
Dimana generasi Z menempatkan sosial media sebagai sumber informasi paling utama. Baik dalam hal durasi konsumsi maupun sumber informasi. Sementara media elektronik seperti TV dan radio menempati peringkat selanjutnya.
Namun yang mengejutkan dari temuan pilihan konsumsi media, portal berita sebagai media baru yang mudah diakses melalui telepon pintar ternyata ada di bawah peringkat radio. Sedangkan media pilihan terakhir mahasiswa generasi Z adalah media cetak.
“Meski demikian, portal berita dalam hal sumber informasi masih berada di atas radio. Tapi itu tipis saja. Bahkan dalam hal durasi konsumsi radio dan portal berita berada dalam konsumsi seimbang yaitu satu jam,” tutur pengajar ilmu komunikasi itu.
Dari survei ini, lanjutnya, kenyataan pahit dialami media cetak baik itu koran, majalah dan tabloid yang selalu berada di peringkat terbawah dalam hal jenis media yang dikonsumsi maupun sebagai sumber informasi.
“Sebagai generasi milenial, mahasiswa-mahasiswi Jakarta meletakkan media cetak sebagai pilihan informasi paling akhir. Ini dapat menjadi indikasi kemajuan teknologi tidak membuat tingkat literasi media tradisional yaitu media cetak meningkat,” jelas dia.
Salah satu alasan tingginya tingkat konsumsi generasi Z terhadap sosial media adalah kemampuan mengintegrasikan teks, gambar dan audio-video. Sosial media Instagram menjadi pilihan utama generasi Z, disusul oleh sebagian kecil pengguna Facebook dan Twitter.
Menariknya jenis informasi favorit mahasiswa generasi Z yang dikonsumsi dari sosial media identik dengan informasi yang disajikan oleh media televisi dan majalah yaitu politik bagi mahasiswa dan lifestyle bagi mahasiswi.
Sementara informasi politik menjadi hal yang paling dicari oleh mahasiswa dan mahasiswi dari portal berita dan surat kabar. Sedangkan tabloid menjadi rujukan lifestyle bagi mahasiswa dan mahasiswi. Khusus radio, informasi favorit mahasiswa-mahasiswi relatif merata namun harus disampaikan secara talkshow.
Meski demikian, Algooth mengingatkan survei yang dilakukan mahasiswa kelas etika dan hukum media Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie tidak boleh dijadikan sebagai patokan perilaku konsumsi media seluruh mahasiswa di Jakarta.
Pangkalnya metode survei yang dilakukan sebatas ditujukan mencari indikasi awal perilaku konsumsi media mahasiswa di Jakarta karena dilakukan di 30 kampus yang tersebar di lima wilayah DKI.
0 Response to "Ternyata Ini Alasan Banyak Hoax di Indonesia, Salah Seorang Mahasiswa Universitas Ternama Membongkar Hal Ini . . ."
Post a Comment